![]() |
Engkos Kosasih
Juri
senior Achen (kanan), Ihsan (tengah), dan Yanto berharap kepada
penyelenggara lomba ocehan memerhatikan kesejahteraan para juri.
|
DISADARI atau tidak, tugas juri menjadi salah satu penentu berhasil atau tidaknya suatu lomba ocehan. Tapi sayangnya, tugas berat juri tersebut tidak diimbangi dengan nilai honor. Pasalnya, selama ini seorang juri ada yang dibayar Rp 100.000.
“Itu sama saja dengan mengurangi nilai tawar juri. Mestinya penyelenggara itu punya pemikiran, bahwa suatu lomba tidak bakal terlaksana apabila tidak ada juri. Sebab itulah, sudah saatnya penyelenggara lomba memikirkan kesejahteraan pengadil lapangan,” kata Achen, juri Bojong Pulus Pameungpeuk Bird Club (BPPBC) Kabupaten Bandung kepada “GM”, Minggu (11/9).
Achen yang sudah 20 tahun berkecimpung dalam dunia penjurian, berpendapat bahwa kesejahteraan juri ocehan semakin terabaikan. Bahkan bisa dikatakan makin terpuruk, karena pendapatan yang diterima tidak lagi sesuai dengan daya beli.
“Pada tahun 80-an ketika harga beras Rp 1.000/kg, honor menjadi juri sekitar Rp 175.000. Tapi kini harga beras sudah mencapai sekitar Rp 10.000, honor juri malah turun menjadi sekitar Rp 100.000. Bahkan yang lebih mengherankan lagi ketika nilai hadiah mencapai Rp 25 juta, tapi honor juri masih berkutat di ratusan ribu rupiah,” ujarnya.
Bila masalah ini tidak diantisipasi, bukan hal mustahil terjadi kongkalikong antara juri dengan pemilik burung. “Kalau sudah begitu, tentu bisa menodai nilai prestise panitia. Tapi jangan terlalu menyalahkan juri, karena panitia tidak memerhatikan honornya,” jelas Achen.
Masih kata Achen, apabila pantia merugi, honor juri jangan dikurangi. “Pasalnya, juri sudah menjalankan tugas sebaik-baiknya. Terlepas panitia rugi, itu bukan tanggung jawab juri,” ucapnya.
Editor: Asep Sobandi
(galamedianews.com)
No comments:
Post a Comment